User story merupakan elemen penting dalam membangun produk, khususnya perangkat lunak. Bagaimana cara membuatnya?
Dalam proses perancangan perangkat lunak atau aplikasi, seorang software engineer perlu menyusun sebuat user story.
Dengan membuat user story, kamu bisa mendapatkan gambaran akan seperti apa nantinya sebuah perangkat lunak dibuat sekaligus mendeskripsikan target pasar dan fitur dari produk tersebut.
Pada dasarnya, perencanaan produk bergantung pada permintaan pelanggan, termasuk perangkat lunak. Melalui user story, kamu bisa memberikan empati kepada user, sehingga dapat memahami apa yang user butuhkan.
Sepintas, user stories mirip seperti user persona, namun keduanya memiliki pendekatan yang berbeda.
Dilansir dari Career Foundry, user persona adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data pengguna dan menemukan solusi atas pemecahan masalah dalam penciptaan produk.
User persona adalah representasi fiksi dari pelanggan ideal bisnismu. Dalam pengembangan produk, pembuatan desain, hingga pemasaran kamu perlu melakukan riset pengguna. Riset ini dimaksudkan untuk mengetahui dengan tepat apa yang dibutuhkan pelanggan.
Sementara itu, user stories menggunakan pendekatan berbasis empati. Artinya, kamu perlu mengetahui cerita dan sudut pandang user mengenai sebuah produk yang ideal untuknya.
Baca Juga: Mengenal Pentingnya User Persona dalam Strategi Bisnis
Memahami Pengertian User Story
Melansir dari Product Plan, dalam pengembangan perangkat lunak, user stories adalah penjelasan singkat dan sederhana tentang fitur atau fungsionalitas yang ditulis dari sudut pandang pengguna.
User stories adalah alat yang digunakan dalam pengembangan perangkat lunak untuk mengetahui performa fitur perangkat lunak dari perspektif pengguna.
User stories mewakili kelompok pengguna tertentu, apa yang mereka inginkan, dan mengapa pengguna menginginkannya. User stories membantu developer dalam merancang fitur yang paling dibutuhkan oleh pengguna perangkat lunak.
Sementara itu, user persona adalah representasi fiksi dari pelanggan ideal bisnismu. Dalam pengembangan produk, pembuatan desain, hingga pemasaran kamu perlu melakukan riset pengguna.
Riset ini dimaksudkan untuk mengetahui dengan tepat apa yang dibutuhkan pelanggan. User persona ditulis dan dibuat dengan mewakili profil individu. Profil individu ini bisa berisi tujuan, kebutuhan, hingga pola konsumsi yang diambil dari pernyataan pelanggan asli.
Jadi, user persona dibuat seolah-olah nyata, padahal merupakan individu fiksi yang ditulis dengan gabungan beberapa fakta dari pelanggan.
Sebagai contoh, beberapa bisnis memiliki kolom ulasan, saran, dan masukan. Bisnis juga biasanya memiliki data pelanggan seperti nama, usia, dan jenis kelamin.
Data-data tersebut akan dirangkai hingga menghasilkan sebuah karakter fiksi yang menjadi entitas asli pelanggannya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa user story lebih menekankan pada sudut pandang dan pendapat pengguna mengenai sebuah perangkat lunak.
Termasuk penilaian mereka tentang fitur yang disediakan, serta hal lain yang mereka harap bisa disediakan dalam perangkat lunak tersebut.
Baca Juga: Apa Itu End User? Ini Jenis-Jenis dan Bedanya dengan Customer
Pentingnya Membangun User Story
Pada dasarnya, tujuan dari user stories adalah untuk menuliskan bagaimana sebuah perangkat lunak akan memberikan nilai dan manfaat kepada pengguna akhir.
Kemudian, tugas tim developer adalah untuk mengembangkan fitur yang dapat memenuhi kebutuhan pengguna.
User stories membantu developer untuk memprioritaskan fitur mana yang paling dibutuhkan oleh pengguna dalam jangka waktu tertentu.
Akibatnya, user stories memungkinkan tim pengembang untuk menghadirkan perangkat lunak berkualitas yang lebih cepat dan disukai pelanggan.
Secara tidak langsung, pengembangan produk berbasis user story akan menempatkan pengguna sebagai big data dalam perancangan produk yang berkaitan.
Selain itu, ada beberapa manfaat tambahan menggunakan user stories, meliputi:
- Peningkatan visibilitas dan kolaborasi di seluruh tim pengembang.
- Pemanfaatan umpan balik pengguna atau pelanggan yang lebih baik.
- Dapat menghemat waktu saat memprioritaskan pengembangan fitur dan fungsionalitas yang paling dibutuhkan pengguna.
- Membantu menghindari pembatasan yang terjadi ketika detail spesifikasi ditentukan terlalu dini.
- Kejelasan yang lebih baik seputar nilai bisnis dan memberikan produk yang benar-benar dibutuhkan oleh pengguna.
- Membantu pengembang dalam mengetahui permintaan aktual dari user.
- Membantu menyelaraskan semua pemangku kepentingan dalam mengembangkan produk.
- Mengurangi risiko kegagalan produk.
Baca Juga: Mengenal User Generated Content Sebagai Strategi Marketing yang Efektif
Contoh User Story
Dalam praktiknya, berikut contoh akhir dari user story:
- Sebagai admin database, saya ingin menggabungkan kumpulan data secara otomatis dari sumber yang berbeda, sehingga saya dapat lebih mudah membuat laporan untuk klien saya.
- Sebagai brand manager, saya ingin mendapatkan notifikasi setiap kali retail mengiklankan produk kami di bawah harga yang disepakati sehingga saya dapat dengan cepat mengambil tindakan untuk melindungi merek kami.
- Sebagai team leader jarak jauh, saya ingin aplikasi chatting tim kami menyertakan berbagi file dan anotasi sehingga tim saya dapat berkolaborasi secara real-time dan menyimpan arsip pekerjaan mereka di satu tempat.
Seperti yang kamu lihat dalam contoh di atas, user stories menceritakan pendapat dan keinginan pengguna mengenai suatu perangkat lunak.
Jabatan atau status pengguna bisa jadi sangat luas dan tidak terbatas pada ketiga contoh di atas saja.
Berdasarkan user stories tersebut, kamu dapat memahami apa yang dibutuhkan oleh kelompok pengguna tertentu.
Misalnya, bisa dikatakan bahwa seorang admin membutuhkan aplikasi yang dapat merekap semua data dari sumber yang berbeda secara otomatis. Begitu pun untuk kelompok pengguna lain yang memiliki keinginan berbeda.
Baca Juga: Pengertian Brainware dan Manfaatnya Bagi Dunia Digital
Cara Membuat User Story
Berikut empat langkah membuat user story, yaitu:
Langkah 1: “Siapa?”
Langkah pertama, pertimbangkanlah siapa target pengguna dari aplikasi yang kamu buat? Kamu bisa menargetkan pengguna berdasarkan pekerjaannya seperti contoh sebelumnya, atau berdasarkan karakteristik lain seperti tempat tinggal, usia, hobi, dan sebagainya.
Langkah 2: “Apa?”
Setelah menetapkan untuk siapa produk dibuat, kamu dapat melihat aspek fungsionalitasnya. Apa yang diharapkan pengguna dari produkmu? Apakah fitur yang sudah ada cukup mampu memuaskan pengguna?
Langkah 3: “Mengapa?”
Setelah mengetahui kebutuhan pengguna, kamu perlu mencari tau alasan atau faktor pendorong pengguna membutuhkan hal tersebut. Seperti pada contoh sebelumnya, seorang admin membutuhkan fitur rekapitulasi data otomatis karena Ia harus mengumpulkan banyak data berbeda untuk kebutuhan klien.
Baca Juga: Mengenal User Generated Content Sebagai Strategi Marketing yang Efektif
Langkah 4: Analisis
Setelah menemukan jawaban atas ketiga pertanyaan sebelumnya, kamu bisa mulai mendiskusikannya. Masalah apa yang perlu ditangani, siapa pengguna yang membutuhkannya, dan fitur apa yang perlu diutamakan sesegera mungkin.
Itulah penjelasan tentang user story yang dapat membantumu dalam mengembangkan produk, terutama perangkat lunak.