Merek sepatu Vans sudah terkenal di mancanegara, termasuk Indonesia. Berikut kiprah sepatu Vans dan perjalanan bisnisnya!
Berbicara soal merek Vans, tentu identik dengan brand sepatu luar negeri yang terkenal karena desain klasiknya. Vans memang banyak menghadirkan koleksi sepatu skate yang begitu populer di seluruh dunia.
Bahkan, model sepatu Vans menjadi trend setter yang diikuti oleh produsen sepatu lainnya.
Sepatu koleksinya memang begitu disukai oleh semua orang, terutama kawula muda. Perusahaan yang bermarkas di California ini juga sering menjadi sponsor berbagai acara BMX, selancar, dan ski.
Tak hanya sepatu, Vans juga menjual produk lain seperti kaos, jaket, hoodie, kaos kaki, jam tangan, dan lainnya.
Vans sendiri cenderung lebih berkiblat kepada West Coast ketimbang East Coas. Vans menjadi kompetitor terkuat dari Converse, brand sepatu skate yang juga hampir serupa.
Jika dibandingkan dengan Adidas atau Nike yang lebih mengarah pada konsep atletik, Vans cenderung bergaya skateboarding.
Ingin tahu lebih lanjut tentang sejarah dan kiprah sepatu Vans? Simak artikelnya sampai akhir, ya!
Baca Juga: Sejarah Indofood: Profil, Produk, dan Perjalanan Bisnisnya
Awal Mula Sepatu Vans
Merek Vans didirikan oleh Paul Van Doren, Ia keluar dari sekolah saat berusia 14 tahun karena tidak menyukai pendidikan formal.
Paul sangat tertarik dengan olahraga balap kuda, Ia pun mendapat julukan “Dutch the Clutch” di arena berkuda.
Namun, sang ibu yang bernama Rena, tidak suka melihat keadaan Paul yang pengangguran dan tidak bersekolah. Sang ibu pun membantu mencarikan pekerjaan untuk Paul hingga bisa bekerja di sebuah pabrik sepatu bernama Randy.
Paul bekerja sebagai tukang sapu lantai dan pembuat sepatu. Saat berusia 34 tahun, perusahaan Randy menunjuk Paul menjadi Wakil Presiden Eksekutif.
Sebagai informasi, Randy merupakan salah satu pabrik sepatu terbesar di Amerika Serikat pada saat itu.
Keberhasilan Paul dalam mengelola perusahaan membuatnya mendapatkan promosi untuk mengelola pabrik Randy di tempat lain, yakni di Gardenvale.
Saat itu, pabrik tersebut tengah mengalami permasalahan karena mengalami kerugian hampir satu juta dolar setiap bulan.
Guna memulihkan pabrik tersebut, Paul mengajak keluarganya untuk tinggal di Anaheim. Hanya dalam waktu 8 bulan, Paul sukses menangani pabrik tersebut dan bahkan menjadi lebih baik dibandingkan pabrik Randy lainnya.
Baca Juga: Warteg Kharisma Bahari: Sejarah dan Cara Gabung Frachise
Berdirinya Brand Vans
Sukses membawa pabrik Randy kembali berjaya, Paul memutuskan untuk membuat brand-nya sendiri. Pada 16 Maret 1966, Ia dibantu oleh kawan-kawannya membuka perusahaan sepatu bernama The Van Doren Rubber Company.
Sepatu buatannya diberi nama Van Doren, kemudian diubah menjadi Vans agar lebih simpel. Pada mulanya, pabrik sepatu itu berlokasi di 704 East Broadway, Anaheim, California.
Pabrik sepatunya saat itu terbilang unik, sebab Vans memproduksi dan menjual produknya langsung kepada masyarakat tanpa perantara.
Pada hari pertama pembukaan pabriknya, ada 12 pelanggan yang membeli sepatunya dan langsung dibuat hari itu juga. Sepatu tersebut kini dikenal dengan sebutan “Vans Authentic”.
Pada tahun selanjutnya, pabrik sepatu Van Doren itu membuka sebuah toko ritel dan terus bertambah seiring waktu.
Pada saat itu, pertumbuhan toko ritel sedang sangat pesat. Uniknya, Paul memiliki sebuah pola khusus dalam membuka toko baru.
Ia akan memantau calon lokasi toko pada hari senin, menyewa toko pada hari selasa, merenovasi toko pada hari rabu, menyusun rak pada hari kamis, memajang produk pada hari jumat, merekrut manajer pada hari sabtu, dan melatih staf pada hari minggu.
Baca Juga: Sejarah dan Strategi Bisnis Louis Vuitton, Brand Kenamaan Asal Prancis
Vans “Era”
Olahraga skateboard pertama kali populer pada awal tahun 1970-an. Kondisi tersebut dimanfaatkan oleh Paul untuk meraup keuntungan yang lebih besar.
Perusahaannya pun merilis sepatu baru yang dirancang khusus bagi para pemain skateboard yang bernama “Era”.
Adalah Tony Alva dan Stacy Peralta, dua skateboarder professional yang merancang sepatu baru tersebut. Sepatu model Era dirancang dengan bantalan busa yang lebih empuk dan kombinasi warna yang kontras.
Ada beberapa pilihan warna dan pola yang ditawarkan oleh perusahaan Paul untuk memikat pelanggan. Hasilnya, Vans Era sukses menjadi sepatu incaran para skateboarder.
Pada tahun 1976, kepemilikan perusahaan dibagi rata kepada semua mitra utamanya. Selain itu, booming-nya olahraga baru sepeda BMX juga ikut mendatangkan keuntungan besar bagi Vans.
Baca Juga: Sejarah Bluebird, Taksi Listrik Pertama di Indonesia
Vans Classic Slip-On
Pada tahun-tahun berikutnya, Vans terus berkembang dan meraup keuntungan besar. Pada 1982, model baru Classic Slip-On diperkenalkan dan sukses menyita perhatian publik.
Sepatu tersebut digunakan oleh aktor Sean Penn dan sukses membuat penjualan sepatu Vans meroket tajam. Pabrik Van Doren pun sampai harus meningkatkan kapasitas produksi guna memenuhi permintaan pasar.
Bahkan, pabriknya sampai dipindahkan ke lahan yang lebih luas di Orange, California. Pada tahun 1984, karyawan perusahaannya sudah mencapai lebih dari 1000 orang.
Van Doren juga sempat mendorong perusahaannya untuk mengembangkan model sepatu khusus olahraga, seperti sepatu baseball, sepatu basket, dan sepatu gulat.
Baca Juga: 10 Tips Bisnis Sepatu, Siapapun Bisa Memulainya!
Vans Dinyatakan Bangkrut
Pada tahun-tahun berikutnya, banyak perusahaan yang melakukan ekspansi ke Asia. Pada saat itu, biaya tenaga kerja dan regulasi di negara-negara Asia memang lebih ringan dan mudah.
Namun, Vans memilih untuk tetap mempertahankan lokasi produksinya di Amerika Serikat. Hal ini justru menjadi awal mula kemunduran yang dialaminya.
Pasalnya, perusahaan harus menerima beban biaya produksi yang lebih tinggi. rupanya hal inilah yang menjadi alasan mengapa pesaingnya memilih memindahkan pabrik ke Asia.
Ditambah lagi, banyak pesaingnya yang membuat sepatu tiruan dengan harga yang lebih murah.
Menyikapi persoalan tersebut, perusahaan akhirnya memilih menurunkan harga jual sepatunya di bawah biaya produksi. Hal ini tentu membuat perusahaan Sepatu Vans mengalami kerugian.
Tak usai sampai di situ, pada tahun 1984, pihak imigrasi menangkap sekitar 150 pekerja yang diduga berstatus sebagai pekerja ilegal.
Selama hampir dua tahun, Van Doren kehilangan yang sekitar USD 3,6 juta dengan total utang mencapai USD 12 juta. Pada tahun yang sama, bank menuntut perusahaan untuk melakukan pembayaran senilai USD 6,7 juta.
Kondisi tersebut memaksa Van Doren untuk menyatakan kebangkrutan dan membuatnya tersingkir dari posisinya.
Pada masa-masa itu, perusahaan Vans dipimpin oleh James Van Doren, saudara Paul Van Doren.
Pada tahun 1986, Paul kembali memimpin perusahaan dari kebangkrutan. Perusahaan terpaksa memangkas banyak pengeluaran kecuali kualitas sepatu itu sendiri.
Pada tahun 1988, Paul menjual perusahaan Vans ke firma McCown De Leeuw & Co seharga USD 74,4 juta.
Baca Juga: Sejarah Batik Air, Salah Satu Maskapai Terkenal di Indonesia
Kebangkitan Vans
Pada tahun 2004, perusahaan Sepatu Vans dibeli oleh VF Corporation seharga sekitar USD 400 juta dan menjadikannya sebagai bagian dari bisnis outdoor and action sports.
Vans baru melakukan ekspansi ke Asia pada tahun 2008. Saat itu, Vans membuka beberapa toko cabang di pusat perbelanjaan Beijing dan Shanghai. Vans Store juga hadir di beberapa e-commerce, termasuk situs mereka sendiri.
Hingga saat ini, Vans telah menjadi salah satu merek sepatu tepopuler sepanjang masa.
Jika dilihat pada masa lalu, Vans sudah lama menerapkan strategi pemasaran yang efektif.
Pada tahun 1970-an, pertama kalinya Vans mensponsori sekelompok anak muda yang menamai dirinya Z Boys. Mereka memiliki misi untuk memperkenalkan olahraga skateboard.
Karena kualitasnya, sepatu Vans pun begitu terkenal di kalangan skateboarder. Vans kemudian membuat kesepakatan dengan Stacy Peralta, anak muda berbakat yang mendirikan perusahaan skateboard Powell-Peralta.
Vans konsisten mensponsori banyak atlet atau aktor ternama. Pada saat itu, pemain bisbol dan sepak bola mendapat banyak perhatian publik.
Ketika sebagian besar perusahaan memilih bekerjasama dengan influencer besar, Vans memilih untuk mensponsori atlet dan pemain skateboard yang sedang berkembang.
Dengan begitu, orang-orang akan melihat bagaimana perkembangan sang atlet selama bertahun-tahun menggunakan sepatu Vans.
Strategi ini memang membutuhkan waktu lama, namun secara hasil terbukti lebih efektif. Sebab, perusahaan tak harus mengeluarkan biaya besar untuk mensponsori atlet muda yang masih berkembang.
Baca Juga: Kisah Sukses Sepatu Compass, Sepatu Lokal Rasa Internasional
Di Indonesia, kamu dapat membeli sepatu Vans melalui offline store dan online store. Mulai dari Tokopedia, Blibli, Shopee, Lazada, Zalora, dan masih banyak lagi.
Itulah perjalanan panjang brand sepatu Vans dan kiprahnya menembus pasar global. Apakah kamu juga penggemar sepatu skate yang satu ini?