RUU KIA Tetapkan Cuti Melahirkan 6 Bulan, Simak Poin Pentingnya!

Share this Post

Table of Contents
shopee pilih lokal

Sebagai pebisnis atau pekerja, kamu perlu memahami Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA).

Sebab, ini menyangkut pekerja perempuan yang sudah menikah saat hamil dan melahirkan.

Meski awalnya menimbulkan banyak pro dan kontra, akan tetapi RUU KIA tetap dibahas dalam rapat paripurna DPR RI dan telah disahkan sebagai RUU inisiatif DPR pada 30 Juni 2022 lalu.

Salah satu poin penting yang disorot dalam pembuatan RUU KIA yakni cuti melahirkan yang awalnya hanya 3 bulan, berubah menjadi 6 bulan lamanya.

Menurut ketua DPR RI Puan Maharani, RUU KIA ini diperlukan guna memastikan tumbuh kembang anak penerus bangsa bisa lebih optimal.

Sebab, 6 bulan kehidupan pertama termasuk dalam usia emas perkembangan anak (golden age)

Ada pula hak beristirahat selama 1,5 bulan apabila ibu bekerja mengalami keguguran.

Lebih lanjut, berikut ini poin-poin penting yang dibahas dalam Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak.

Baca Juga: Hak dan Jaminan Perlindungan Karyawan yang Wajib Diketahui

Poin Penting yang Dibahas dalam RUU KIA

poin yang dibahas dalam ruu kia
Foto: Ilustrasi Ibu Bekerja (unsplash.com)

Terdapat beberapa poin penting yang dibahas dalam Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak, di antaranya:

1. Cuti Melahirkan Selama 6 Bulan

Salah satu poin yang paling disorot dalam Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak ialah perihat cuti melahirkan.

Jika awalnya cuti melahirkan yang diberlakukan hanya selama 3 bulan saja, akan tetapi RUU KIA memperbolehkan ibu melahirkan untuk cuti hingga 6 bulan lamanya.

Sebelumnya, ketentuan cuti melahirkan selama 3 bulan diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja.

Perubahan ini pun tertuang dalam pasal 4 Ayat (2) RUU KIA yang berbunyi, “Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap ibu yang bekerja berhak: a. mendapat cuti melahirkan paling sedikit 6 (enam) bulan.”

Selain itu, RUU Ibu dan Anak mengatur bahwa ibu yang sedang cuti melahirkan akan tetap mendapatkan gaji penuh untuk tiga bulan pertama dan gaji 75 persen untuk tiga bulan berikutnya.

2. Waktu Istirahat 1,5 Bulan Usai Keguguran

Tidak hanya cuti melahirkan, ibu hamil yang mengalami keguguran juga berhak mendapatkan waktu istirahat selama 1,5 bulan.

Dalam Pasal 4 Ayat (2), dijelaskan bahwa: b. setiap ibu yang bekerja berhak mendapatkan waktu istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan jika mengalami keguguran.”

Setiap ibu melahirkan atau yang mengalami keguguran, sama-sama tidak boleh diberhentikan dari pekerjaannya selama melakukan hak mereka.

Apabila ibu bekerja diberhentikan oleh pihak perusahaan atau tidak mendapatkan haknya, pemerintah pusat atau daerah pun berhak memberikan pendampingan secara hukum agar hak ibu bekerja terpenuhi dengan baik.

3. Cuti Suami untuk Dampingi Istri Melahirkan Selama Maksimal 40 Hari

Poin selanjutnya yang dibahas dalam RUU KIA ialah cuti suami yang mendampingi istrinya melahirkan atau mengalami keguguran.

Pada Pasal 6 Ayat (1), Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak menyebutkan bahwa suami dan/atau keluarga wajib mendampingi ibu yang melahirkan atau mengalami keguguran.

Adapun cuti yang diberikan untuk suami yang mendampingi istrinya melahirkan, paling lama adalah 40 hari. Dengan pendampingan cuti usai keguguran maksimal 7 hari.

Baca Juga: 7 Jenis Cuti Karyawan yang Harus Diketahui Perusahaan

4. Berhak dapat Waktu dan Tempat Menyusui

Tidak hanya sampai di situ, kesejahteraan ibu bekerja juga wajib diperhatikan saat kembali ke kantor.

Dalam hal ini, RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak mengatur hak ibu bekerja dalam mendapatkan waktu dan tempat menyusui.

Peraturan ini tertuang dalam Pasal 4 Ayat (2) yang menyebutkan bahwa setiap ibu bekerja yang menyusui memiliki hak untuk mendapatkan waktu dan tempat menyusui selama mereka bekeja di kantor.

Disebutkan bahwa “Selain hak sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), setiap ibu yang bekerja berhak: c. mendapatkan waktu istirahat dan tempat untuk melakukan laktasi selama waktu kerja.”

5. Ibu dan Anak Berhak Mendapat Kemudahan dalam Menggunakan Fasilitas Umum

Bahkan, Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) juga turut mengatur hak ibu dan anak untuk mendapatkan kemudahan akses terhadap fasilitas umum.

Pada Pasal 22 Ayat (1) RUU KIA, disebutkan bahwa “Penyedia atau pengelola fasilitas, sarana, dan prasarana umum harus memberikan kemudahan dalam penggunaan fasilitas,sarana, dan prasarana  di tempat kerja, umum, dan alat transportasi umum.”

Adapun tempat umum yang dimaksud meliputi pasar, pusat perbelanjaan, tempat ibadah, hingga tempat wisata.

Dukungan fasilitas umum yang dimaksud untuk kesejahteraan ibu dan anak ini meliputi penyediaan ruang laktasi, penyediaan ruang perawatan anak, tempat penitipan anak, tempat bermain anak, dan/atau tempat duduk prioritas atau loket khusus.

Selain itu, yang dimaksud dalam sarana dan prasarana ibu bekerja dapat menyangkut hal-hal penting seperti penyesuaian tugas, jam kerja, dan tempat kerja dengan tetap memerhatikan kondisi dan target kerja.

Apabila penyedia fasilitas umum tidak mengindahkan aturan di atas, dapat dikenai sanksi tegas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Perlindungan terhadap Diskriminasi

RUU KIA memberikan perlindungan khusus terhadap diskriminasi terhadap ibu hamil atau yang baru melahirkan di tempat kerja.

Ini berarti tidak boleh ada pemutusan hubungan kerja atau diskriminasi lainnya yang didasarkan pada kondisi kehamilan atau persalinan.

Hal ini memberikan kepastian hukum bagi para ibu hamil atau yang baru melahirkan untuk tetap bekerja tanpa takut akan diskriminasi.

Baca Juga: 12 Cara Meningkatkan Motivasi Kerja Karyawan yang Efektif

Keuntungan Disahkannya RUU KIA Bagi Pekerja

keuntungan ruu kia
Foto: Ilustrasi Working Mom (pexels.com)

Bagi ibu bekerja yang hamil dan melahirkan, tentu akan mendapatkan banyak keuntungan apabila RUU KIA ini disahkan.

Suami yang mendampingi juga bisa mendapat manfaat, di antaranya:

1. Mengurangi Depresi Pascapersalinan

Sebagai ibu baru, perempuan yang bekerja akan mengalami banyak perubahan secara fisik maupun psikologisnya.

Oleh karenanya, lingkungan sekitar perlu suportif agar ibu yang baru melahirkan dan sedang menyusui tidak mengalami depresi pascapersalinan.

Itulah salah satu manfaat diberlakukannya cuti suami untuk mendampingi istri yang melahirkan. Peran suami sangat penting dalam mendampingi peran baru yang dilalui para ibu melahirkan.

Dalam hal ini, suami tidak hanya hadir akan tetapi juga memiliki peran penting dalam membantu perawatan bayi.

Jadi, ibu tidak merasa sendiri saat mengurus buah hati.

Baca Juga: Pengertian Payroll dan 3 Metode Perhitungan Gaji Karyawan

2. Perkuat Hubungan Orang Tua dan Anak

Ditetapkannya ketentuan cuti melahirkan yang lebih panjang, hingga 6 bulan lamanya bisa membantu hubungan orang tua dan anak lebih erat.

Sebab, ibu dan ayah bekerja yang mendapatkan cuti bisa membangun kedekatan dengan buah hatinya.

Keduanya bisa berbagi peran selama pengasuhan sehingga proses tumbuh kembang anak berjalan lancar dan optimal.

Tentunya, cuti melahirkan yang diberlakukan bagi suami dan istri yang bekerja hal ini akan berdampak positif bagi orang tua maupun anaknya sendiri.

Bahkan menurut penelitian dari NY Times yang dikutip CNN Indonesia menyatakan bahwa cuti paternitas atau cuti ayah memberikan manfaat yang langgeng, tidak hanya untuk hubungan antara ayah dan anak-anak mereka, tetapi juga untuk ibu dan hubungan antara orang tua.

Peneliti dalam studi tersebut yaitu Richard Petts, seorang profesor sosiologi di Ball State University, dan Chris Knoester, seorang profesor sosiologi di Ohio State University mengatakan, sembilan tahun kemudian, anak-anak yang ayahnya mengambil setidaknya dua minggu cuti ayah setelah mereka lahir dilaporkan merasa lebih dekat dengan ayah mereka daripada anak-anak dengan ayah yang tidak mengambil cuti.

3. Meningkatkan Hubungan dengan Pasangan

Tidak hanya meningkatkan bonding antara orang tua dengan anak-anak, cuti melahirkan yang menjadi hak ibu dan suami yang mendampingi, juga bisa menciptakan hubungan rumah tangga yang lebih harmonis.

Hal ini karena kehadiran suami selama mendampingi istri melahirkan sangatlah berarti. Ditambah lagi, adanya pembagian peran antara ibu dan ayah dalam pengasuhan.

Ini membuat kehidupan sebagai orang tua baru mampu dilewati dengan menyenangkan.

Baik ibu maupun ayah, akan merasakan dukungan emosional sebagai orang tua baru dari pasangan mereka.

Pada akhirnya, keharmonisan rumah tangga menjadi lebih tinggi.

Baca Juga: Masih Bingung, Ini Cara Menghitung THR Karyawan yang Tepat!

4. Mendukung Karier Orang Tua

Cuti ibu melahirkan dan cuti suami yang mendampingi istri usai persalinan dianggap sebagai hak sekaligus bentuk dukungan terhadap karier orang tua.

Melalui hak ini, ibu dan ayah yang bekerja tetap bisa menjalankan kariernya secara profesional.

Jadi, memiliki anak bukanlah halangan untuk tetap bekarya sebagai seorang individu di industri secara profesional.

Itu dia penjelasan seputar Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak.

Mulai dari poin-poin yang dibahas hingga keuntungannya apabila diterapkan sebagai aturan yang sah. Apakah kamu termasuk orang yang pro atau kontra, terhadap ketentuan ini?

Belanja Harga Murah + Gratis Ongkir + Cashback

X