Startup di Indonesia dinilai tak akan mengalami Tech Winter, melainkan mengalami Investor Winter. Apa maksudnya?
Melansir dari Top In Tech, selama beberapa tahun terakhir, dunia bisnis telah berubah dengan pesat dan sangat cepat. Ada banyak startup dan bisnis baru yang memanfaatkan teknologi untuk beradaptasi dengan perubahan pasar.
Selain itu, inovasi dan konsep kreatif juga berada di barisan terdepan untuk menghasilkan keuntungan dan memastikan skalabilitas bisnis.
Namun, pertanyaan besarnya adalah, dengan kondisi saham teknologi yang terdampak oleh suku bunga yang lebih tinggi dan banyak perusahaan yang merumahkan karyawannya, bagaimana startup dapat terus tumbuh meskipun perekonomian sedang tidak stabil?
Setiap bisnis akan melewati empat fase siklus hidup, yakni startup, pertumbuhan, kedewasaan dan pembaharuan, atau penurunan.
Sebagian besar bisnis akan memilih mencari dana tambahan untuk survive di musim dingin yang biasanya berlangsung pada akhir tahun atau kuartal keempat tahun ini.
Itulah mengapa mencuak istilah Investor Winter menggambarkan kondisi tersebut. Lantas, seperti apa fenomena tersebut?
Baca Juga: 7 Peluang Bisnis yang Tahan Resesi, Tak Butuh Modal Besar!
Mengenal Fenomena Investor Winter
Melansir dari Times of India, fenomena Investor Winter terjadi pasca adanya penurunan tren pendapatan atau perekonomian startup pada Q3 tahun 2022.
Dampak dari penurunan nilai ini membuat sebagian startup merugi lantaran tak mampu memenuhi target. Alhasil, startup kekurangan dana untuk menutupi operasional bisnisnya.
Jika biasanya startup akan memutuskan untuk IPO sebagai langkah alternatif untuk mengumpulkan dana, nampaknya hal ini tidak efektif lagi untuk dilakukan.
Pasalnya, kondisi perekonomian yang menurun juga berdampak kepada konsumen. Ditambah lagi, kenaikan harga-harga dan kelangkaan membuat banyak orang berpikir ulang sebelum menginvestasikan uangnya.
Akhirnya, banyak investor yang menarik kembali uangnya dan membatalkan rencana investasinya. Terutama kepada startup yang dinilai kurang stabil dan rawan mengalami kebangkrutan.
Hal ini memicu terjadinya Investor Winter, dimana banyak investor yang enggan menanamkan modalnya pada startup.
Hal tersebut juga ditenggarai oleh banyaknya stratup yang melakukan PHK kepada karyawannya sepanjang tahun ini.
Di Indonesia, setidaknya ada 8 startup yang dikonfirmasi melakukan PHK, yakni TaniHub, Zenius, LinkAja, Pahamify, JD.ID, MPL, Lummo, dan Shopee.
Kondisi tersebut nampaknya membuat masyarakat semakin ragu dan memilih menahan uangnya ketimbang mengalokasikannya untuk perusahaan startup yang dinilai kurang aman.
Baca Juga: Prediksi 7 Negara yang Lolos Resesi, Ada Indonesia?
Dampak Investor Winter Terhadap Startup
Pada dasarnya, ekonomi Indonesia masih dalam kondisi baik. Oleh karena itu, dana dari investor masih mungkin akan masuk ke Indonesia. Namun, para investor mungkin akan lebih selektif.
Setiap investor akan lebih berpikir untuk berinvestasi pada startup yang benar-benar bagus dan menunjukkan peningkatan kinerja. Bukan hanya sekedar memiliki nama besar dan valuasi saja.
Dalam sebuah pernyataan, Ketua Asosiasi Modal Ventura Untuk Startup Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro pada Agustus lalu mengatakan “Berkurangnya likuiditas menyebabkan investor lebih selektif untuk berinvestasi ke startup”.
Pengetatan likuiditas ini terjadi akibat kebijakan moneter di bank sentral dan perang Rusia-Ukraina yang menyebabkan kelangkaan.
Hal itulah yang memicu terjadinya Investor Winter, alias seretnya dana yang masuk ke startup dari investor. Pendanaan modal ventura ke startup Asia Tenggara saja menuruh 36,4% secara tahunan.
Imbasnya, banyak startup yang mencari dana tambahan melalui utang. Hal ini diprediksi akan berlanjut hingga masa-masa Investor Winter berlalu. Sebagian startup bahkan ada yang buru-buru IPO agar bisa mendapat suntikan dana dari masyarakat.
Baca Juga: Banyak Startup IPO di Tengah Ancaman Resesi, Apa Untungnya?
Apa yang Harus Dilakukan Startup Saat Investor Winter?
Ciri khas startup yang diketahui publik adalah gemar “bakar uang” untuk mendapatkan value dari pasar. Startup memang hobi membangun teknologi yang butuh modal besar.
Sayangnya, penyediaan teknologi SaaS untuk pasar tidak semenjanjikan itu. Meskipun ada banyak user yang menggunakan aplikasinya, belum tentu revenue yang dihasilkan juga sama besarnya.
Sebagai contoh, pernahkan kamu membayangkan darimana e-commerce memperoleh keuntungan? Pasalnya, sebagian e-commerce gemar membagikan promo, diskon, hingga campaign besar-besaran yang memakan biaya besar.
Sebagai solusi, startup perlu mengambil langkah serius menghadapi Investor Winter. Perlu adanya upaya untuk menghemat dana yang dimiliki, termasuk dengan cara efisiensi atau PHK.
Membatasi pengeluaran yang tidak perlu juga merupakan hal yang sangat penting. Misalnya, startup bisa mereduksi biaya operasional dengan meniadakan fasilitas makan siang di kantor atau menerapkan sistem kerja WFA yang lebih hemat.
Itulah penjelasan tentang fenomena Investor Winter yang saat ini sedang menguji ketangguhan banyak startup di Indonesia.