Indonesia kini berada di bawah bayang-bayang reflasi, ancaman baru ekonomi global yang lebih parah dari resesi.
Saat ini, kondisi perekonomian semakin tidak menentu. Dimulai dari efek pandemi, pecahnya konflik Rusia-Ukraina, kelangkaan pangan dan energi, kenaikan harga barang, hingga bayangan resesi.
Tahun 2023 diprediksi menjadi masa-masa sulit bagi perekonomian global. Berbagai institusi dan pakar bahkan memprediksi ada beberapa negara yang terancam resesi hingga mengalami kemunduran ekonomi.
Belum lepas dari bayangan resesi, kini muncul ancaman ekonomi baru bernama reflasi. Istilah ini merupakan gabungan dari resesi dan inflasi yang terjadi begitu parah.
Dalam artikel ini, akan dibahas pengertian dan fakta seputar reflasi yang menjadi ancaman baru bagi perekonomian dunia. Berikut penjelasan lengkapnya.
Baca Juga: Dampak Inflasi Global, Apakah Indonesia Aman?
Pengertian Reflasi
Setiap ekonomi akan mengalami siklus pertumbuhan dan penurunan atau ekspansi dan kontraksi. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk tingkat pendapatan, jumlah barang dan jasa yang beredar, dan harga pasar.
Ketika terjadi penurunan lapangan kerja, penurunan kinerja ekonomi, atau penurunan harga, maka kondisi ekonomi akan mengalami kontraksi. Kondisi ini dapat memicu terjadinya resesi.
Pada kondisi ini, pemerintah akan mengambil berbagai tindakan, termasuk sebuah proses yang dikenal sebagai reflasi.
Menurut The Balance, reflasi mengacu pada kondisi terjadi kenaikan harga setelah adanya kontraksi ekonomi. Kondisi ini terjadi ketika perekonomian mengalami penurunan, tetapi terjadi kenaikan harga sebagai akibat dari tingginya permintaan.
Dalam kondisi ekonomi yang sedang melemah ini, terjadi kenaikan harga yang cukup drastis atau dikenal sebagai inflasi.
Pasalnya, ketika ekonomi sedang melemah, maka daya beli masyarakat juga akan berkurang. Alhasil tingkat permintaan barang dan jasa juga menurun.
Menanggapi hal tersebut, pemerintah akan mengambil tindakan untuk merangsang perekonomian yang menyebabkan kenaikan harga dan terjadilah reflasi.
Lantas, apa perbedaan antara inflasi dan reflasi? Singkatnya, inflasi merupakan kenaikan harga yang terjadi setelah kondisi ekonomi menunjukkan kinerja yang baik (permintaan meningkat).
Sementara itu, reflasi terjadi ketika adanya kenaikan harga pada saat kondisi ekonomi masih dalam situasi rentan (penurunan daya beli dan permintaan).
Dari gambaran tersebut, tentu kamu sudah dapat membayangkan betapa sulit dan buruknya dampak masalah ekonomi ini jika sampai terjadi di Indonesia.
Baca Juga: Dampak Inflasi dan 4 Jenisnya yang Perlu Kamu Tahu
Bagaimana Cara Kerja Reflasi?
Reflasi biasanya terjadi selama resesi. Pasalnya, dalam kondisi resesi, perekonomian akan melemah. Di sisi lain, terjadi kenaikan harga (inflasi) akibat kebijakan moneter bank sentral.
Misalnya, bank sentral dapat menurunkan suku bunga dan membeli obligasi untuk menambah jumlah uang yang beredar. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan pinjaman modal dan bantuan tunai.
Semua upaya tersebut akan menambah jumlah uang beredar di masyarakat. Akibatnya, permintaan juga akan meningkat yang membuat kinerja ekonomi bergerak ke arah yang lebih cepat.
Ketika permintaan naik, maka harga barang juga ikut naik. Alhasil, terjadilah inflasi dalam kondisi resesi. Akibatnya, ketika harga-harga semakin naik namun kondisi ekonomi masih melemah, munculah kondisi yang dikenal sebagai reflasi.
Jika dalam kondisi inflasi normal saja masyarakat sudah kesulitan memenuhi kebutuhan hidup, maka kondisi reflasi akan lebih suram lagi.
Pasalnya, kenaikan harga barang tidak didukung dengan kondisi perekonomian yang baik. Akibatnya, akan semakin banyak orang yang terjerat dalam jurang kemiskinan.
Infasi juga menimbulkan ketidakpastian harga di masa depan yang dapat merugikan bisnis dan rumah tangga. Pada akhirnya, pertumbuhan ekonomi akan terganggu.
Akan tetapi, kebijakan reflasi juga seringkali berhasil meningkatkan kondisi perekonomian jika dilakukan dengan tepat.
Pasalnya, ketika bank sentral menstimulus perekonomian dengan menambah jumlah yang yang beredar, maka akan semakin banyak masyarakat dan pebisnis yang mampu mengembangkan usaha dan pekerjaannya.
Alhasil, kondisi ekonomi dapat pulih sebelum mengalami penurunan yang parah (kontraksi).
Namun, kebijakan tersebut harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Sebab, jika stimulus berlebihan, maka reflasi dapat berubah menjadi inflasi langsung karena semakin tingginya permintaan dan menurunnya daya beli masyarakat.
Baca Juga: Ketahui 4 Cara Mengatasi Inflasi agar Bisnis Tetap Lancar
Contoh Reflasi
Berkaca pada kondisi saat ini, Indonesia sedang berada di bawah tekanan reflasi. Sebab, ekonomi tumbuh melambat, namun inflasi semakin tinggi.
Kondisi tersebut dimulai akibat pandemi COVID-19, ketika orang-orang didesak untuk tinggal di rumah dan membatasi berbagai kegiatan ekonomi.
Akibatnya, banyak orang yang mengalami penurunan pendapatan bahkan sampai kehilangan pekerjaan. Hal ini menyebabkan melemahnya daya beli masyarakat dan terjadi penurunan permintaan.
Untuk mengatasi kondisi tersebut, pemerintah menyalurkan berbagai bantuan sosial, pinjaman modal, sampai subsidi upah dengan tujuan untuk menstimulus perekonomian dan menggairahkan permintaan barang.
Bila dilakukan dengan tepat, cara di atas dapat memulihkan perekonomian dengan cepat. Namun, jika “bantuan” yang diberikan terlalu besar, maka akan menimbulkan lonjakan permintaan yang berpengaruh pada naiknya harga barang.
Ketika harga barang naik, jumlah uang yang beredar di masyarakat sudah berkurang. Bahkan, uang tunai yang dimiliki setiap orang mungkin sudah habis.
Kondisi ini dikenal sebagai reflasi. Kenaikan harga barang pada saat kondisi ekonomi tengah mengalami kemunduran.
Itulah penjelasan lengkap tentang penyebab dan contoh reflasi yang menjadi ancaman baru ekonomi global.