Sebelum uang ditemukan, orang menggunakan metode barter untuk melakukan transaksi ekonomi.
Barter dilakukan dengan menukar satu barang dengan barang lainnya secara langsung tanpa intervensi dari pihak mana pun. Cara ini merupakan teknik tertua atau paling primitif dalam sejarah umat manusia.
Setelah itu baru muncul koin logam, kemudian uang kertas dan akhirnya kini uang elektronik. Sebenarnya bagaimana barter ditemukan?
Apa yang mendasari orang mengakhiri atau meninggalkan transaksi dengan metode tersebut? Ulasannya ada di bawah.
Baca Juga: Siap Memasuki Era Industri 5.0? Intip Peluang Bisnisnya!
Sejarah Barter
Pada masa lalu, orang sudah mengenali harga suatu barang. Biasanya, uang manusia dipercaya dapat ditukar dengan komoditas yang dibutuhkan. Teori ini pertama kali diungkap beberapa ilmuwan dan filsuf dunia, seperti Plato, Aristoteles, dan Adam Smith.
tukar-menukar ini bisa terjadi bila ada dua aktor yang saling membutuhkan bertemu di satu tempat yang sama dan mencapai kesepakatan.
Misalnya, seseorang yang kita sebut sebagai pihak pertama memiliki beberapa jeruk segar. Namun, ia membutuhkan roti sebagai makanan pokok. Maka, ia akan menukarkan sebagian jeruk yang dimilikinya dengan roti yang dimiliki pihak kedua.
Kemudian, ia masih membutuhkan susu. Maka ia harus mencari orang lain yang memiliki susu dan bersedia menukarnya dengan buah jeruk segar miliknya.
Tentu hal ini sangat merepotkan karena tidak semua orang memiliki kebutuhan yang saling cocok satu sama lain. Bisa saja si pemilik susu sapi tidak membutuhkan jeruk dan sedang mencari daging ayam.
Penukaran ini memang metode transaksi yang paling mudah. Namun, ia tak lagi bisa memfasilitasi kebutuhan manusia yang semakin kompleks dari waktu ke waktu.
Selain ketidakcocokan kebutuhan, orang juga mulai menghitung volume kerja dan biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk menghasilkan sebuah produk atau komoditas tertentu.
Misalnya, satu kilogram daging sapi tentunya tidak bisa ditukar dengan satu kilogram daging ayam. Ini karena biaya perawatan sapi jauh lebih tinggi dibanding biaya pemeliharaan ayam. Untuk itulah, kemudian dibuatlah alat tukar yang dirasa lebih adil.
Baca Juga: 5 Cara Melakukan Digitalisasi Bisnis Untuk Modernisasi Usaha
Barter Tidak Sepenuhnya Ditinggalkan
Ternyata,tidak semua ilmuwan sepakat bahwa barter murni benar-benar dilakukan manusia sebelum uang ditemukan.
Menurut Humphrey, dalam jurnal Man yang ditulis pada 1985, tidak ada bukti empiris menunjukkan metode penukaran ini dilakukan sebagai cara bertransaksi yang murni karena kebutuhan ekonomi.
Kebanyakan bukti yang ditemukan tentang barter murni mengarah pada acara sosial, yaitu pemberian hadiah, berbagi makanan, hingga seserahan mahar untuk upacara tertentu.
Humphrey kemudian memberi ilustrasi bagaimana metode tersebut dilakukan orang bahkan setelah uang ditemukan.
Ia mengambil studi kasus orang-orang Lhomi yang tinggal di wilayah Sungai Arun, Tibet. Mereka masih mempraktikan barter antara garam dengan padi pada abad ke-19. Saat itu, uang sudah diperkenalkan dan diakui sebagai alat tukar yang sah.
Artinya,cara ini tidak bisa dikatakan sebagai metode transaksi primitif yang bisa dibuktikan benar-benar dilakukan murni tanpa intervensi uang.
Rekam sejarah membuktikan bahwa barter dilakukan dengan tetap menilik harga yang berlaku untuk sebuah komoditas. Metode ini juga tidak ditinggalkan dan mungkin dilakukan terutama pada kondisi tertentu.
Argumen Humphrey didukung oleh Svizzero dan Tisdell yang menemukan bahwa proses barter tidak murni dilakukan karena motivasi ekonomi. Ia bisa saja dilakukan karena simpati, koersi, dan timing tertentu.
Contohnya, metode penukaran yang dilakukan si A karena ia merasa prihatin dengan si B yang tampaknya sangat membutuhkan beras.
Dengan ikhlas, A menukar pakaian yang dimiliki si B dengan beras yang ia miliki. Padahal, A tidak membutuhkan pakaian tersebut.
Baca Juga: Pentingnya Digitalisasi UMKM Sebagi Kunci Kemajuan Bisnis
Kondisi yang Mendukung Terjadinya Barter
Masih menurut temuan Humphrey, barter akan lebih sering terjadi atau cenderung dipilih oleh manusia ketika terjadi kondisi-kondisi berikut.
- Sirkulasi uang yang rendah, bisa karena lokasi geografisnya yang terpencil dan ketiadaan pasar tempat orang melakukan transaksi ekonomi dengan uang.
- Sebuah wilayah memiliki sumber daya yang spesifik atau spesialisasi produk tertentu.
- Ketiadaan atau kurangnya kontrol dan perhatian dari pemerintah sehingga redistribusi produk dilakukan mandiri oleh warga.
- Tidak ada regulasi perdagangan yang jelas, sehingga orang bisa melakukan tawar menawar dan proses barter secara bebas.
- Dilakukan oleh individu atau komunitas yang tidak menganggap uang sebagai aset utama. Misalnya di pedesaan Lhomi, warganya menganggap aset seperti tanah, hewan ternak, dan perhiasan sebagai aset yang lebih penting ketimbang akumulasi uang.
- Suplai dan permintaan yang stabil, sehingga komunitas atau individu yang sudah saling mengenal akan cenderung memilih metode barter.
Cara Menentukan Rate
Sebenarnya, tak jauh beda dengan cara menghitung harga jual, faktor ketersediaan, proses distribusi, dan biaya produksi menjadi faktor yang mempengaruhi rate barter.
Artinya saat melakukan barter, manusia sudah tahu tentang konsep harga dan nilai tukar. Humphrey juga menemukan bahwa barang-barang atau komoditas ekonomi yang sering dibarter memiliki nilai hampir sama dengan harga di level pasar nasional.
Sebaliknya, barang-barang yang jarang dibarter seperti pakaian misalnya nilainya akan ditentukan lewat proses tawar menawar sehingga sangat fluktuatif. Faktor-faktor seperti kedekatan psikologis akan berpengaruh dalam proses barter.
Baca Juga: 10 Jenis Transaksi Online untuk Bisnismu
Delayed Barter
Muncul pula istilah delayed barter yang mirip dengan logika kredit bahkan investasi. Jenis barter ini bisa dianalogikan sebagai kredit ketika barang yang ditukarkan tidak datang di waktu yang sama. Misalnya, karena perbedaan waktu musim panen atau kondisi lain.
Barter juga bisa dianalogikan sebagai investasi bila pertukaran barang bisa terjadi dengan tujuan tidak langsung mengonsumsi barang yang didapat.
Melainkan akan menukarnya di kemudian hari dengan komoditas lain. Artinya komoditas barter tadi dijadikan alat tukar layaknya uang.
Baca juga: 5 Contoh Profil Perusahaan yang Ampuh untuk Menarik Investor
Mengapa Uang Lebih Disukai?
Pada akhirnya, orang lebih sering melakukan transaksi ekonomi dengan uang sebagai alat tukar yang sah dan stabil.
Uang ditemukan pertama dalam berbagai bentuk, mulai cangkang, kemudian batuan dan mineral logam, hingga akhirnya uang kertas dan uang elektronik.
Beda dengan barter, uang mampu memfasilitasi transaksi yang lebih kompleks. Ia memastikan orang bisa mendapatkan apa yang mereka butuhkan dengan lebih akurat dan sesuai dengan kebutuhan.
Contoh mudahnya adalah kita pasti akan membutuhkan makanan. Namun, mustahil untuk menyimpan makanan dalam jumlah tertentu sekaligus.
Dengan uang, kamu bisa membeli makanan secukupnya dan menyimpan sisa yang yang dimiliki untuk kebutuhan makanan di masa depan. Artinya, uang bisa dipakai sebagai alat untuk menyimpan aset dan alat tukar yang fleksibel.
Tentu tidak semua orang atau komunitas menganggap uang sebagai aset utama. Beberapa boleh berpikir untuk menyimpan aset dalam bentuk lahan pertanian, properti, hewan ternak, logam murni, dan lain sebagainya yang biasanya bisa menghasilkan atau nilainya naik dari tahun ke tahun.
Itu sedikit penjelasan tentang barter yang mungkin bisa membuka wawasan kita. Ternyata, sejarahnya tidak sesederhana yang kita bayangkan.