Dalam perjanjian, sering ditemukan istilah wanprestasi. Simak pengertian, akibat, dan cara penyelesaiannya!
Apakah kamu cukup familiar dengan istilah wanprestasi? Istilah ini sebenarnya cukup sering disebutkan dalam dunia bisnis.
Sebagai pebisnis, memahami berbagai istilah atau sebutan yang unik menjadi pengetahuan yang fundamental.
Pasalnya, untuk bersaing dalam pasar, dibutuhkan wawasan yang luas. Salah satu bentuk strategi bisnis untuk memenangkan persaingan adalah bekerja sama dengan bisnis lain.
Dalam menjalankan kerja sama atau sebuah perjanjian, sangat mungkin terjadi kelalaian.
Kelalaian ini bisa dalam bentuk tidak terpenuhinya kewajiban yang disepakati oleh kedua entitas atau disebut sebagai wanprestasi.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa wanprestasi merupakan sebuah kondisi dimana terdapat cedera janji yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam perjanjian yang sudah disepakati.
Untuk memahami lebih detail tentang sebab-akibat dan penyelesaian wanprestasi, simak artikel ini sampai akhir, ya!
Baca Juga: Force Majeure Dalam Perjanjian Kerja Sama, Apa Itu?
Pengertian Wanprestasi
Menurut bahasa, wanprestasi disebut juga sebagai breach of contract.
Investopedia mendefinisikan breach of contract sebagai pelanggaran terhadap salah satu atau sebagian ketentuan yang disepakati dalam sebuah kontrak perjanjian.
Pelanggaran tersebut dapat berupa apa saja, seperti keterlambatan pembayaran, kegagalan memberikan aset, dan sebagainya.
Wanprestasi sendiri merupakan kata serapan dari bahasa Belanda wanprestatie yang berarti tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban dalam suatu perjanjian.
Definisi lain menurut Kemenkeu yakni wanprestasi adalah suatu tindakan tidak memenuhi ataupun lalai dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian yang dibuat.
Kebanyakan perjanjian tersebut berupa utang yang sering dialami oleh pebisnis, karena membutuhkan pinjaman modal untuk usahanya.
Sebagai contoh, kreditur menuntut prestasi kepada debiturnya atas kelalaian pembayaran utang. Jika memiliki bukti yang lengkap, kelalaian ini bisa dibawa ke pengadilan.
Wanprestasi juga diatur dalam KUHP Pasal 1338 yang berbunyi,
“Seluruh persetujuan yang telah dibuat sesuai dengan undang-undang yang berlaku, sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan tersebut tidak dapat ditarik kembali, selain dengan kesepakatan dari kedua belah pihak atau dikarenakan alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan ini harus dilaksanakan dengan itikad baik.”
Dapat disimpulkan, wanprestasi merupakan kondisi tidak terpenuhinya perjanjian yang sudah disepakati oleh dua pihak.
Baca Juga: Jangan Sampai Tertukar, Inilah Perbedaan MoU dan Perjanjian
Faktor Penyebab Wanprestasi
Cedera janji bisa dipicu oleh beberapa faktor, berikut penjelasan lengkapnya.
1. Kelalaian Salah Satu Pihak
Kelalaian merupakan penyebab cedera janji yang paling sering ditemukan. Kelalaian menyebabkan tidak terpenuhinya poin-poin yang sudah disepakati.
Tindakan ini tentu dapat merugikan pihak lain, terutama jika berkaitan dengan pembayaran dan pengadaan aset.
Beberapa kewajiban yang dianggap lalai apabila tidak dilaksanakan adalah sebagai berikut:
- Tidak memberikan sesuatu yang telah disepakati atau dijanjikan
- Tidak melakukan tindakan yang telah disepakati
- Tidak melaksanakan perbuatan tertentu yang sudah disepakati.
2. Kondisi Tak Terduga (Force Majeure)
Penyebab lain terjadinya wanprestasi adalah karena adanya kondisi tak terduga yang memaksa pihak-pihak yang terlibat untuk tidak memenuhi perjanjian.
Kondisi ini terjadi di luar kendali, sehingga salah satu pihak dengan terpaksa tidak mampu memenuhi kewajibannya.
Ketidakmampuan ini bukan atas kesengajaan. Oleh karena itu, pihak yang terlibat tidak dapat disalahkan atas cederanya janji yang sudah dibuat.
Kondisi wanprestasi ini bisa terjadi ketika objek atau aset yang disepakati hilang atau dicuri, bencana alam, objek rusak karena ketidaksengajaan, dan sebagainya.
3. Sengaja Melanggar Perjanjian
Penyebab ketiga dalam wanprestasi merupakan alasan yang fatal dan sudah pasti dapat terjerat hukum.
Salah satu pihak dengan sadar dan sengaja melanggar perjanjian yang sudah dibuat. Pihak tersebut melakukan tindakan yang bertentangan dengan kesepakatan awal dan menyebabkan kerugian pihak lain.
Baca Juga: Pemasaran Global (Global Market): Pengertian, Manfaat dan Contohnya
Unsur-Unsur Wanprestasi
Selain ketiga faktor penyebab wanprestasi, ada beberapa unsur dalam wanprestasi yang perlu kamu ketahui.
1. Ada Perjanjian Tertulis
Wanprestasi merupakan kondisi tidak terpenuhinya janji yang sudah disepakati. Artinya, harus ada perjanjian tertulis yang ditandatangani di atas materai oleh kedua pihak.
Dalam perjanjian ini, disebutkan semua kondisi yang mengikat kedua pihak dan harus dipenuhi.
Terkadang, perjanjian ini juga memuat cara-cara penyelesaian masalah jika terjadi cedera janji.
2. Ada Pihak yang Melakukan Pelanggaran
Cedera janji terjadi ketika ada salah satu pihak yang melakukan pelanggaran.
Apapun bentuk pelanggarannya, selama hal itu tertuang dalam surat perjanjian, maka dapat dipertanggungjawabkan.
3. Dinyatakan Bersalah
Ketika salah satu pihak sudah dinyatakan bersalah, maka kondisi wanprestasi sudah terpenuhi.
Terlebih lagi jika pihak yang bersalah masih tetap melanggar perjanjian dengan tindakan yang Ia lakukan dengan sengaja.
Kondisi ini bisa sangat fatal dan memberatkan kerugian salah satu pihak.
Baca Juga: Konsep Penjualan dalam Bisnis, Ini Kelebihan dan Kekurangannya
Dampak Wanprestasi
Ketika wanprestasi terjadi, tentu akan memberikan dampak pada pelanggarnya.
Hal ini karena wanprestasi ada dalam suatu perjanjian yang mengikat secara hukum.
Bila terbukti melakukan wanprestasi, pihak yang lalai harus memberikan penggantian berupa uang, kerugian, dan bunga.
Adapun sanksi wanprestasi dimuat dalam Pasal 1239 KUHP yang menyebutkan bahwa tiap perjanjian untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, wajib diselesaikan dengan memberikan penggantian biaya, kerugian dan bunga, jika debitur tidak memenuhi kewajibannya.
Penggantian biaya merupakan bentuk ganti rugi atas uang yang telah dikeluarkan oleh salah satu pihak yang dirugikan.
Penggantian rugi merupakan penggantian atas kerugian yang timbul atas kelalaian pihak yang terlibat.
Selanjutnya, terkait bunga dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Mulai dari bunga terutang (keterlambatan), bunga konvensional yang telah disepakati, dan bunga kompensator.
Menurut penjelasan Pusat Penyuluhan dan Bantuan Hukum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, wanprestasi juga dapat berakibat pada tindakan hukum sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pihak yang merasa dirugikan tentu dapat menggugat pihak lain ke pengadilan dan menuntut ganti rugi, bunga, dan sebagainya.
Secara umum, ada tiga dampak akibat wanprestasi, yakni:
1. Kewajiban Membayar Ganti Rugi: Pasal 1234 KUHP menyebutkan bahwa penggantian biaya, kerugian, dan bunga, dikarenakan tidak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, jika debitur yang telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan tersebut atau apabila sesuatu yang perlu diberikan atau dilakukan hanya dapat diberi atau dilakukan dengan melewati batas waktu yang telah ditentukan sebelumnya.
2. Pembatalan Perjanjian: Sanksi kedua adalah batalnya perjanjian. Hukuman ini bisa diterapkan jika salah satu pihak tidak mampu menilai pembatalan kesepakatan sebagai bentuk wanprestasi. Dengan begitu, semua kewajiban dianggap gugur.
3. Peralihan Risiko: Peralihan risiko biasanya berlaku pada kesempatan yang berkaitan dengan objek barang. Misalnya dalam pembiayaan leasing, jika ada debitur yang lalai, maka Ia harus menanggung objek barang dan seluruh materialnya dengan biaya sendiri.
Baca Juga: Manfaat Kick Off Meeting, Penting untuk Memulai Project Bisnis!
Contoh Wanprestasi
Setelah mengetahui definisi dan sebab-akibatnya, tentu kamu sudah bisa membayangkan contoh kasus wanprestasi.
Berikut beberapa kondisi wanprestasi yang sering terjadi.
1. Tidak Memenuhi Janji yang Disepakati
Tidak terpenuhinya suatu perjanjian merupakan kondisi paling umum terjadinya wanprestasi.
Sebagai contoh, ketika sebuah bisnis memiliki utang kepada bank dan telah disepakati bersama waktu pengembalian utang namun tidak dibayarkan, maka kondisi ini sudah termasuk wanprestasi.
Sebab, pihak yang memiliki utang secara jelas dan dapat dibuktikan tidak memenuhi janji yang sudah dibuat dengan lalai membayar utangnya.
2. Terlambat Memenuhi Janji
Contoh kedua adalah terlambat memenuhi janji. Sebagai contoh, seseorang menyepakati untuk membayar utangnya dalam waktu satu bulan.
Namun, karena berbagai alasan, Ia telat melunasi utang tersebut hingga dua bulan. Artinya, kondisi ini sudah masuk dalam bentuk cedera janji.
Tetapi, dalam perjanjian utang seringkali sudah disebutkan sanksi dan bunga yang dibebankan kepada peminjam jika telat membayar utangnya.
3. Tidak Melaksanakan Kewajiban Dengan Benar
Pihak yang melaksanakan kewajiban tidak sesuai dengan kesepakatan juga termasuk bentuk pelanggaran janji.
Sebagai contoh, seseorang sepakat mengambil pinjaman dengan cicilan selama enam bulan.
Setiap bulan, Ia harus membayar sejumlah uang dengan nominal yang sudah disepakati.
Namun, Ia tidak membayar cicilan tersebut dengan nominal yang sesuai, sehingga masuk dalam bentuk cedera janji dan dapat dikenakan sanksi.
4. Melakukan Hal yang Dilarang dalam Perjanjian
Melakukan hal yang dilarang dalam perjanjian juga termasuk wanprestasi. Sebagai contoh, seseorang menyewa sebuah rumah sebagai tempat tinggal selama satu tahun.
Memasuki bulan keenam, penyewa berpikir untuk mengubah halaman dan garasi rumah sebagai tempat usaha.
Meski tujuannya baik, jika kedua pihak telah sepakat untuk tidak mengubah bentuk aset, maka tindakan tersebut termasuk dalam pelanggaran yang cukup berat.
Baca Juga: Penjelasan Audit: Tahapan, Manfaat, dan Tips Melakukannya
Cara Penyelesaian Wanprestasi
Sudah jelas bahwa pihak yang melanggar perjanjian wajib membayar ganti rugi, bunga, dan sanksi lainnya.
Sebelum itu, ada beberapa proses yang bisa dilalui dalam penyelesaian wanprestasi. Salah satunya adalah pemberian somasi kepada pihak yang bersalah.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), somasi memiliki arti sebagai teguran untuk membayar dan sebagainya.
Biasanya, pihak yang diduga melakukan pencemaran nama baik atau melakukan pelanggaran akan menerima surat somasi dari pihak yang merasa tidak terima.
Dasar hukum somasi salah satunya terdapat dalam Pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.
Surat somasi diberikan sebagai teguran keras kepada pihak yang melanggar agar segera menyadari dan memperbaiki kesalahannya.
Surat somasi juga menjadi tanda diberikannya kesempatan kepada pihak tergugat untuk menghentikan perbuatannya yang merugikan pihak penggugat, sebelum diajukan ke pengadilan.
Dalam melayangkan somasi, ada beberapa poin penting yang harus diperhatikan, yaitu:
- Memberikan Teguran atau Perintah. Somasi harus memberikan teguran dan perintah untuk melaksanakan suatu perjanjian, meminta ganti rugi, atau mengakhiri kerjasama.
- Permintaan Harus Jelas. Hal-hal yang diminta dalam somasi seperti membayar suatu kerugian, menjalankan perjanjian, mengakhiri perjanjian, atau melakukan tindakan tertentu harus tertulis jelas agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.
- Membuka Ruang Negosiasi. Pada dasarnya, somasi memang dibuat untuk mengingatkan pihak yang lalai atas tindakan yang sudah dilakukannya. Maka, pihak tergugat bisa memberikan klarifikasi atas perbuatan yang sudah dilakukannya.
- Latar Belakang Masalah. Surat somasi harus menjelaskan permasalahan yang sesuai berdasarkan fakta yang terjadi.
Apabila surat somasi yang diberikan tidak memberikan efek jera, pihak yang dirugikan dapat melakukan tindakan berikut:
1. Paratie Executie: pihak yang dirugikan dapat melayangkan tuntutan langsung tanpa pengadilan. Dalam praktiknya, tindakan ini berlaku pada perjanjian ringan dengan nilai ekonomis kecil.
2. Arbitrase: Kedua pihak dengan sepakat dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrator. Hal ini dilakukan untuk memutuskan sengketa yang terjadi, yang mana kedua pihak harus tunduk terhadap keputusan yang diambil.
3. Rieele Executie: Penyelesaian sengketa juga dapat ditempuh melalui pengadilan. Langkah ini dapat diambil jika nilai ekonomis dalam perjanjian cukup tinggi dan sangat merugikan salah satu pihak.
Itulah penjelasan lengkap tentang wanprestasi yang perlu kamu ketahui sebagai langkah awal memasuki bisnis.