Sebuah komunitas pasti punya kecenderungan untuk membangun budaya dan kebiasaannya sendiri.
Komunitas terkecil adalah keluarga, di mana pasangan akan membangun serta menerapkan kebiasaan dan nilai mereka sendiri dan diturunkan pada keturunan-keturunannya.
Selain keluarga, ada banyak komunitas lain yang skalanya lebih besar seperti institusi pendidikan atau sekolah, kemudian institusi profesional seperti kantor atau perusahaan.
Sama seperti keluarga, tiap perusahaan juga nilai dan kebiasaan sendiri yang nantinya dikenal dengan istilah budaya kerja.
Tentunya budaya tersebut bervariasi dalam penetapan dan penerapannya. Apa saja tipe-tipe budaya kerja perusahaan yang pernah ada? Lalu, apa pula kelemahan dan kelebihannya?
Baca juga: 2 Perbedaan Perusahaan Jasa dan Perusahaan Dagang
Definisi Budaya Kerja Perusahaan
Menurut Sinha seperti dikutip dari Giri dan Choudhury dalam Indian Journal of Industrial Relations, Budaya kerja berarti aktivitas, nilai dan norma yang berhubungan dengan sebuah pekerjaan.
Sebuah perusahaan memiliki batasan, tujuan, misi, sumber daya, manajemen, dan teknologi dan idealnya selaras dengan keterampilan, pengetahuan, kebutuhan, dan ekspektasi pekerja yang direkrut.
Pertemuan kedua faktor tadi akan membentuk yang disebut budaya kerja.
Jenis Budaya Kerja Perusahaan Menurut Sinha
Sinha kemudian membuat klasifikasi untuk membedakan budaya kerja dalam beberapa tipe, yaitu soft organizational, technocratic, work centric nurturant, dan amoral work centric.
Keempatnya sering dipakai untuk menganalisa budaya kerja di India.
1. Soft Organizational Culture
Budaya kerja tipe ini berusaha menjembatani antara kepentingan organisasi atau perusahaan dengan kebutuhan individu atau kelompok pekerja.
Ia banyak ditemukan di sektor-sektor publik dan non profit seperti perusahaan negara dan institusi pemerintah.
Nilai utama mereka adalah membangun hubungan baik dengan pegawai, sehingga kesejahteraan dan kenyamanan para pegawai biasanya terjamin.
Sayangnya, budaya kerja ini cenderung tidak bisa membedakan mana pekerja yang benar-benar bekerja keras dan yang tidak.
2. Technocratic Culture
Budaya teknokratik adalah budaya kerja yang mengutamakan kualitas, riset dan inovasi, biaya produksi, dan kepuasan pelanggan sebagai benchmark sukses mereka.
Dengan begitu, perusahaan yang menerapkan budaya ini menuntut pekerjanya untuk bisa bekerja efisien dan kompetitif.
Perusahaan biasanya akan menetapkan target-target untuk menjamin misi mereka tercapai agar bisa melakukan ekspansi, mengumpulkan profit, hingga memimpin pasar.
Baca Juga: 5 Manfaat Key Opinion Leader Bagi Bisnis dan Tips Memilihnya
3. Work Centric Nurturant Culture
Sama dengan budaya teknokratik, sesuai namanya, budaya ini fokus pada kinerja. Nilai dan prinsip utama budaya ini adalah penghargaan pada kerja keras dan performa bagus pegawai.
Dengan begitu, setiap pegawai akan mendapatkan upah sesuai dengan jerih payah dan beban kerja mereka. Manajemen yang bagus menjadi kunci dalam budaya kerja ini.
Tidak hanya mengawasi, supervisor dan atasan diharapkan bisa membimbing bawahannya untuk bekerja dan meningkatkan keterampilan mereka lewat tanggung jawab dan tugas yang dibebankan.
4. Amoral Work Centric Culture
Ini adalah jenis budaya kerja yang mungkin paling tidak diharapkan oleh pekerja. Amoral work centric culture fokus pada kinerja, tetapi sama sekali tidak memikirkan kepentingan dan ekspektasi pegawainya.
Budaya kerja perusahaan ini cenderung eksploitatif serta menciptakan dependensi, sehingga membuat pegawai tak punya banyak pilihan selain tetap bekerja untuk perusahaan tersebut.
Tujuan utama perusahaan dengan budaya ini tentu memaksimalkan profit.
Baca juga: Daftar Perusahaan Riset Pemasaran yang Harus Kamu Ketahui
Tipe Budaya Kerja Menurut Cameron dan Quinn
Pendapat lain dikemukakan Cameron dan Quinn seperti dikutip dari Organizational Culture Assessment Instrument.
Menurut mereka budaya kerja dibagi menjadi empat jenis, yaitu adhocracy, clan, hierarchy, dan market culture. Pembagian dari Cameron dan Quinn bisa dibilang lebih umum, berikut penjelasannya:
1. Adhocracy Culture
Budaya kerja perusahaan ini menekankan pada kebebasan dan fleksibilitas untuk pegawai. Suasana kerjanya dinamis dan pegawai dibebaskan untuk mengambil risiko, mencoba sesuatu yang baru, hingga menciptakan inovasi.
Mereka dilatih untuk memiliki mental pengusaha yang visioner, kreatif, mau dan cepat belajar hal baru, dan tidak takut mengambil risiko.
Budaya kerja ini banyak ditemukan di perusahaan-perusahaan teknologi dan komunikasi yang dipelopori dan didominasi anak-anak muda.
2. Clan Culture
Budaya berikutnya menganut sistem kerja yang kekeluargaan. Kebanyakan pegawainya memiliki ketertarikan dan kecenderungan yang sama.
Sang pemilik atau pemimpin perusahaan biasanya akan mengambil peran seperti mentor atau kepala keluarga.
Perekat mereka adalah kesetiaan dan tradisi, biasanya pihak perusahaan akan mendengarkan masukan dan keluhan pegawai tanpa mengabaikan keberlangsungan bisnis.
3. Hierarchy Culture
Perusahaan yang menganut budaya kerja ini menggunakan peraturan tertulis dan mengikat pada pegawai untuk menciptakan keteraturan dan ketertiban.
Nilai yang mereka pegang adalah stabilitas dan peningkatan profit yang nyata. Tugas-tugas akan didelegasikan dengan tertata dan rapi.
Pegawai dituntut untuk bekerja efisien, sementara petingginya akan mengambil keputusan dengan pertimbangan-pertimbangan logis dan hati-hati.
4. Market Culture
Budaya kerja perusahaan berikutnya didasari oleh dinamika pasar. Mereka akan cenderung merespons perubahan dengan cepat dan membuatnya terkesan kompetitif.
Perusahaan akan fokus pada hasil dan respons pengguna ketimbang dinamika internal perusahaan.
Biasanya, sistem kerja yang dianut perusahaan dengan market culture cenderung menuntut, memerintah, dan mengarahkan pegawai dengan tegas.
Budaya kerja macam ini banyak diaplikasikan di perusahaan konsultan, departemen marketing, dan pabrik.
Baca juga: Mengenal Lebih Jauh Tentang E-Commerce Enabler
Cara Memperkenalkan Budaya Kerja Perusahaan pada Pegawai
Sebelum ke implementasinya, perusahaan perlu memperkenalkan budaya kerja mereka ke pegawai. Berikut beberapa caranya, masih menurut Sinha.
- Rekrutmen dan seleksi untuk memilih pegawai yang punya visi, misi, dan nilai yang setidaknya mirip dengan yang dipercaya perusahaan. Perusahaan tidak hanya menilai calon pegawai dari latar belakang pendidikan dan keterampilan, tetapi juga aspek psikologinya.
- Pelatihan di awal masa kerja untuk memperkenalkan cara kerja dan nilai perusahaan secara lebih spesifik.
- Penanaman nilai bila memang perusahaan menemukan bahwa pekerja yang direkrut membawa kebiasaan lama yang dianggap tidak sesuai dengan budaya kerja perusahaan tempatnya bekerja sekarang. Sering kali ini dilakukan lewat teguran.
- Pemberian apresiasi dan insentif sesuai dengan performa kerja pegawai.
- Perkenalan nilai lewat cerita sukses atau buruk yang pernah terjadi atau dilakukan pegawai lain di masa lalu.
- Memberikan teladan lewat role model, bisa dari supervisor atau manajer di hierarki tertinggi.
Baca Juga: Tipe-tipe Konsumen dan Cara Menghadapinya
Seberapa Krusial Budaya Kerja Perusahaan Diterapkan?
Budaya kerja dibuat bukan untuk tujuan yang sia-sia. Ia berpengaruh pada produktivitas dan keberlangsungan bisnis sebuah badan usaha.
Berikut beberapa peran budaya kerja perusahaan bagi pegawai dan perusahaan:
- Tujuan dan objektif yang jelas akan membuat pegawai lebih semangat bekerja. Mereka jadi tahu seberapa besar dan krusialnya kontribusinya dalam perusahaan.
- Menyeleksi pegawai yang tidak cocok secara budaya sejak awal, sehingga tidak membuang waktu dan sumber daya.
- Meningkatkan produktivitas dan profit.
- Membantu membentuk branding perusahaan.
- Menjamin pegawai dihargai berdasarkan performa dan kinerjanya.
- Membentuk tim yang solid dan sehat sejak awal.
Semua budaya kerja punya kekurangan dan kelebihan masing-masing. Kecocokannya biasanya disesuaikan dengan bidang dan tipe bisnis yang dijalankan sebuah perusahaan.
Tentunya apa yang baik untuk satu organisasi, bukan berarti akan cocok diterapkan di organisasi lain.