Baru-baru ini, ramai kasus ratusan mahasiswa IPB yang terjerat pinjol. Yuk, ketahui risiko pinjaman online sebelum berutang!
Belum lama ini beredar kasus ratusan mahasiswa IPB yang terjerat pinjaman online. Dalam sebuah pernyataan, Rektor IPB Arif Satria mengatakan, kasus yang menimpa ratusan mahasiswanya termasuk dugaan penipuan.
Pasalnya, ratusan mahasiswa tersebut terjerat pinjol bukan karena gagal bayar atau karena terdesak kebutuhan, namun karena menjadi korban investasi bodong.
Pasalnya, ratusan mahasiswa tersebut awalnya ditawari oleh kakak tingkat mereka untuk bergabung dalam sebuah usaha. Mereka dijanjikan keuntungan yang stabil dan menggiurkan setiap bulannya.
Mereka juga diminta mengikuti prosedur dan tata caranya dengan membeli barang secara online menggunakan pinjaman. Mereka juga harus menyetorkan sejumlah uang yang katanya akan digunakan sebagai investasi.
Alhasil, kini ratusan korban tersebut terus ditagih oleh debt collector terkait pinjaman yang diambil.
Baca Juga: Cara Lapor ke Posko SWI Untuk Korban Pinjol Ilegal, Catat!
Kenali Risiko Pinjaman Online
Mengapa banyak orang memilih pinjaman online? Sebagai informasi, pengajuan pinjaman online jauh lebih cepat ketimbang pinjaman bank. Prosesnya bahkan tak sampai 24 jam.
Persyaratan yang diminta juga sangat mudah, yakni foto KTP, NPWP, slip gaji, dan foto diri. Beberapa pinjol ilegal bahkan hanya meminta syarat foto KTP.
Kebanyakan orang yang sedang memulai usaha tentu membutuhkan modal awal yang tak sedikit. Pinjol kerap kali menjadi pilihan untuk mendapatkan dana awal sebagai investasi bisnis.
Pasalnya, seperti disampaikan di awal, pengajuan pinjaman di bank cenderung lebih sulit dan lama. Sebenarnya, sah-sah saja menggunakan pinjol yang terdaftar di OJK.
Sayangnya, banyak orang yang kurang mempertimbangkan kemampuannya dalam melunasi pinjaman. Alhasil, banyak yang akhirnya gagal bayar dan harus menerima sejumlah risiko pinjaman online berikut.
Baca Juga: Pendanaan Jangka Pendek: Pengertian, Jenis dan Manfaatnya
1. Masuk Blacklist SLIK OJK
Ketika mengajukan pinjol, kamu akan diminta untuk mengirim sejumlah dokumen, termasuk kartu identitas, NPWP, slip gaji, dan dokumen lain. Meskipun terlihat sederhana, dokumen tersebut dibutuhkan fintech untuk mengetahui identitas calon nasabahnya.
Selain itu, data pribadi yang kamu setorkan juga akan digunakan untuk menentukan skor kredit. Semakin lengkap dokumen yang diberikan, semakin tinggi skor kreditmu. Artinya, semakin banyak data pribadi yang akan diketahui oleh pinjol.
Data-data tersebut akan digunakan oleh pinjol sebagai jaminan bilamana kamu telat atau gagal membayar pinjaman. Risiko pinjaman online ini akan membuat data pribadimu dilaporkan ke OJK dan masuk daftar hitam layanan pinjaman.
Jika sudah masuk daftar hitam OJK, kamu akan kesulitan mendapatkan bantuan finansial lainnya, termasuk kesulitan mendapat persetujuan ketika mengajukan kredit rumah dan kendaraan.
2. Denda dan Bunga yang Menumpuk
Risiko pinjaman online selanjutnya adalah terkena denda dan bunga yang menumpuk. Sudah jadi rahasia umum bahwa setiap pinjaman akan dikenakan bunga setiap bulannya. Besaran bunganya pun bervariasi, tergantung kebijakan setiap pinjol.
Selain itu, pinjol juga memberlakukan denda jika telat membayar tagihan melebihi jangka waktu yang ditetapkan. Denda telat bayar ini bisa dikenakan setiap bulan, bahkan ada juga yang mengenakan denda telat bayar per hari.
Semakin lama kamu menunda pembayaran tagihan, sudah pasti denda keterlambatan juga akan terus menumpuk dan semakin membebanimu. Berdasarkan aturan OJK, denda keterlambatan maksimal 0,8% per hari.
Ada pun jumlah denda keterlambatan maksimal yang bisa dikenakan adalah sebesar 100% dari jumlah pokok pinjaman. Sebagai contoh, jika memiliki utang Rp 5 juta, maka denda keterlambatan maksimal yang harus kamu bayarkan termasuk pokok pinjaman menjadi Rp 10 juta.
Akan tetapi, hanya fintech resmi yang terdaftar di OJK yang akan menaati aturan denda tersebut. Jadi, jangan heran jika banyak pinjol ilegal yang memberikan denda melebihi 100% pokok pinjaman.
Baca Juga: 9 Cara Menyiapkan Dana Darurat Bisnis agar Tak Bangkrut
3. Kejaran Debt Collector
Fintech legal yang terdaftar di OJK memiliki prosedur penagihan utang yang diatur dalam tata cara yang resmi. Namun, penagihan utang juga menjadi risiko pinjaman online yang perlu kamu ketahui.
Pada awal penagihan, nasabah akan mendapatkan notifikasi melalui pesan singkat, email, telepon, maupun WhatsApp. Jika masih belum melunasi tagihan, tim penagih akan melakukan penagihan ke rumah atau menghubungi kontak orang terdekatmu.
Jika berlangsung terus-menerus, kondisi ini tentu dapat mengganggu aktivitas dan ketenangan kamu.
Perlu diketahui, Lampiran III SK Pengurus AFPI 02/2020 poin C angka 3 huruf (d), berbunyi:
Setiap penyelenggara tidak diperbolehkan melakukan penagihan secara langsung kepada Penerima Pinjaman gagal bayar setelah melewati batas keterlambatan lebih dari 90 (sembilan puluh) hari dihitung dari tanggal jatuh tempo pinjaman.
Baca Juga: 10 Cara Menjalani Frugal Living, Berikut Manfaatnya
Kolektibilitas Kredit OJK
Seperti dijelaskan dalam risiko pinjaman online poin pertama di atas, gagal bayar berpotensi membuatmu masuk dalam daftar hitam OJK. Tak hanya itu, dalam Peraturan OJK Nomor 40/POJK.03/2019, diatur beberapa tingkatan kolektibilitas kredit, yakni:
- Kolektibilitas 1: Lancar, jika debitur selalu membayar pokok dan bunga tepat waktu. Perkembangan rekening baik, tidak ada tunggakan, serta sesuai dengan persyaratan kredit.
- Kolektibilitas 2: Dalam Perhatian Khusus, apabila debitur menunggak pembayaran pokok dan/atau bunga selama 1-90 hari.
- Kolektibilitas 3: Kurang Lancar, jika debitur menunggak pembayaran pokok dan/atau bunga selama 91-120 hari.
- Kolektibilitas 4: Diragukan, jika debitur menunggak pembayaran pokok dan/atau bunga selama 121-180 hari.
- Kolektibilitas 5: Macet, jika debitur menunggak pembayaran pokok dan/atau bunga lebih dari 180 hari.
Itulah berbagai risiko pinjaman online yang perlu kamu ketahui sebelum mengajukan pinjaman.